Layang-layang,
layangan, atau
wau (di sebagian wilayah
Semenanjung Malaya) merupakan lembaran bahan tipis berkerangka yang diterbangkan ke
udara dan terhubungkan dengan
tali atau
benang ke daratan atau pengendali. Layang-layang memanfaatkan kekuatan hembusan
angin sebagai alat pengangkatnya. Dikenal luas di seluruh dunia sebagai alat
permainan. Layang-layang diketahui juga memiliki fungsi
ritual, alat bantu
memancing atau men
jerat, menjadi alat bantu penelitian ilmiah, serta media energi alternatif.
Terdapat berbagai tipe layang-layang permainan (di Sunda dikenal istilah
maen langlayangan). Yang paling umum adalah layang-layang hias (dalam
bahasa Betawi disebut
koang) dan layang-layang aduan (laga). Terdapat pula layang-layang yang diberi
sendaringan yang dapat mengeluarkan suara karena hembusan
angin. Layang-layang laga biasa dimainkan oleh anak-
anak pada masa pancaroba karena kuatnya angin berhembus pada saat itu.
Di beberapa daerah
Nusantara, layang-layang dimainkan sebagai bagian dari ritual tertentu, biasanya terkait dengan proses budidaya
pertanian. Layang-layang paling sederhana terbuat dari helai
daun yang diberi kerangka dari
bambu, kemudian diikat dengan serat
rotan. Layang-layang semacam ini masih dapat dijumpai di
Sulawesi. Diduga beberapa bentuk layang-layang tradisional asal Bali berkembang dari layang-layang daun karena bentuk ovalnya yang menyerupai daun.
Di
Jawa Barat,
Lampung, dan beberapa tempatlain di [[Indonesia], layang-layang digunakan sebagai alat bantu memancing. Layang-layang ini terbuat dari anyaman daun sejenis
anggrek tertentu dan dihubungkan dengan
mata kail. Di
Pangandaran dan beberapa tempat lain misalnya, layang-layang dipasangi jerat untuk menangkap
kalong atau
kelelawar.
Penggunaan layang-layang sebagai alat bantu penelitian
cuaca telah dikenal sejak abad ke-18. Contoh yang paling terkenal adalah ketika
Benjamin Franklin menggunakan layang-layang yang terhubung dengan
kunci untuk menunjukkan bahwa
petir membawa
muatan listrik.
Layang-layang raksasa dari bahan sintetis sekarang telah dicoba menjadi alat untuk menghemat penggunaan bahan bakar kapal pengangkut. Pada saat angin berhembus kencang, kapal akan membentangkan layar raksasa seperti layang-layang yang akan "menarik" kapal sehingga menghemat penggunaan bahan bakar.
Catatan pertama yang menyebutkan permainan layang-layang adalah dokumen dari
Cina sekitar 2500 Sebelum Masehi.
[1] Penemuan sebuah lukisan gua di
Pulau Muna,
Sulawesi Tenggara, pada awal abad ke-21 yang memberikan kesan orang bermain layang-layang menimbulkan spekulasi mengenai tradisi yang berumur lebih dari itu di kawasan
Nusantara. Diduga terjadi perkembangan yang saling bebas antara tradisi di Cina dan di Nusantara karena di Nusantara banyak ditemukan bentuk-bentuk primitif layang-layang yang terbuat dari daun-daunan. Di kawasan Nusantara sendiri catatan pertama mengenai layang-layang adalah dari
Sejarah Melayu (Sulalatus Salatin) (abad ke-17) yang menceritakan suatu festival layang-layang yang diikuti oleh seorang pembesar kerajaan.
Dari Cina, permainan layang-layang menyebar ke Barat hingga kemudian populer di
Eropa.
Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Layang-layang